SEJARAH BERDIRINYA PENDIDIKAN ULAMA TARJIH MUHAMMADIYAH
Pendidikan Ulama Tarjih Muhammadiyah telah resmi berdiri
pada tahun 1968. Namun demikian, tidak secara tiba-tiba PUTM ini didirikan
melainkan melalui masa yang cukup panjang. Sejarah ini diceritakan oleh Al-Mukarram
Ustadz Syatibi pada setiap kultum ba’da shalat di PUTM Putri hari ini. Beliau
adalah alumni PUTM pertama yang kini masih mengabdikan diri menjadi ustadz di
PUTM.
Awalnya, Ustadz Syatibi dan 6 orang teman sebayanya
mengaji bersama bapak KRH. Hadjid di masjid yang telah beliau bangun yakni
masjid At-Taqwa, Ngipiksari pada tahun 1964 ketika bulan Ramadhan. Mereka
mengaji setiap ba’da shalat wajib (5 kali sehari). Kitab yang dikaji adalah
kitab Al-Qur’an dan kitab Riyadhus Shalihin. Kedua kitab itu khatam dipelajari
oleh mereka.
Pengajian tersebut mendapatkan perhatian khusus dari
bapak KRH. Hadjid selaku mantan ketua Majelis Tarjih kala itu. Harapan beliau,
para santrinya mampu menyampaikan kembali apa yang telah diajarkan oleh beliau.
Harapan yang lebih besar lagi adalah adanya pemuda yang mampu ikut serta dalam
sidang fatwa Majelis Tarjih Pimpinan Pusat Muhammadiyah. Dengan harapan yang
besar itulah, bapak Kyai Umar Effendy, bapak Kyai Wardan Diponingrat, bapak
Kyai .... bersama bapak KRH. Hadjid berempug (berdiskusi) membicarakan untuk
dibentuknya sebuah lembaga pendidikan yang dapat mencapai tujuan tersebbut.
Dengan kesungguhan bapak-bapak Kyai tersebut, maka PUTM
pun dapat didirikan. Syaratnya, sistem pendidikannya itu tidak sama dengan
sistem pendidikan pada umumnya di perguruan tinggi. Yaitu, HARUS ASRAMA.
Alasannya, pendidikan untuk mempersiapkan calon ulama hendaknya TERKONTROL
dalam masalah ibadah dan kedisiplinan. Pendidikan yang harus ditempuh oleh para
thalabah adalah wajib shalat lail, wajib shalat secara berjama’ah, wajib
melaksanakan puasa senin kamis, tidak boleh izin kuliah karena alasan apa pun.
Dengan peraturan yang demikian ketatnya, thalabah angkatan pertama (se-angkatan
Ustadz Syatibi) yang awalnya berjumlah 17 orang menjadi 5 thalabah yang lulus
hingga akhir pendidikan. Subhanallah..
Kemudian, tugas thalabah hanyalah belajar dan belajar.
Mereka tidak diperkenankan meninggalkan kuliah karena alasan apapun, sekalipun
izin untuk pengajian. Pengajian yang diizinkan untuk diikuti adalah pengajian
malam Selasa yang diadakan oleh PP Muhammadiyah, selain itu hukumnya terlarang
jika mengganggu kuliah. Dan thalabah juga harus terfokus belajar di PUTM saja,
tidak boleh merangkap kuliah diluar, dan tidak diperkenankan untuk mencari
penghasilan. Begitulah yang harus mereka tempuh, sungguh berat perjuangan untuk
membentuk calon ulama yang memiliki akidah yang kuat dan ibadah yang hebat.
Oleh sebab itu, teruslah berjuang untuk belajar dan mengkaji Islam. Umat
menunggumu....
Bersambung.... (Selasa, 9 Dzulqa’dah 1433 H/ 25 September
2012 M)
SOSOK
waktu.... melemahkan apapun. lapuk. hehe.
BalasHapussaya juga dulu tertarik masuk putm justru karna cerita "keangkerannya" itu.... semakin diceritakan keangkerannya oleh ustad budi, saya malah semakin exited, tertantang dan rasanya kyk main game perang2,,, seruuu.. hmmm.... alam pikir revivalis memang ada dimana-mana ; pengen menghidupkan yang dulu2...
Sipp.. Tulis yg lengkap, wawancarai aj mrk2 yg mmiliki sejarah.. harus ada yg menuliskan sejarah agar pembelajaran generasi berikutnya tidak lepas dari sejarah.. dan itu harus dilakukan oleh orang yg memiliki benang sejarah..
BalasHapus