Sabtu, 25 Februari 2012

jalan-jalan ke candi?? gemana ya....

HUKUM MENGUNJUNGI PENINGGALAN SEJARAH AGAMA LAIN

Pertanyaan :

Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh

Saya mau bertanya, bagaimana hukumnya mengunjungi peninggalan-peninggalan sejarah dari agama lain (misalnya candi) jika tujuannya bukan untuk mengagungkan tempat tersebut tetapi lebih untuk kajian sisi arsitektur atau kebudayaan?

Penanya: Adi Pamungkas (adipamungkas1986@yahoo.com)

Jawaban :

Wa’alaikumsalam warahmatullahi wabarakatuh

Terima kasih atas pertanyaan yang saudara sampaikan. Pertanyaan saudara berkaitan dengan masalah iman-takwa (imtak) dan iptek. Berkaitan dengan iman dan takwa karena mengunjungi tempat ibadah lain itu tergolong perbuatan syirik atau tidak. Dan berkaitan dengan iptek, karena mengunjungi atau mengadakan observasi ke suatu tempat merupakan suatu langkah yang urgen dalam rangka mendapatkan pengetahuan langsung dari sumber primernya, termasuk mengunjungi tempat-tempat bersejarah baik yang berkaitan dengan Islam atau tidak. Islam sebagai agama paripurna pun selalu mendorong umatnya untuk giat menuntut ilmu, tak terbatas ilmu agama namun juga segala ilmu yang dapat bermanfaat bagi manusia. Dengan demikian, perlu diketahui bagaimanakah hukum mengunjungi tempat ibadah nonmuslim dalam rangka penelitian.

Agama Islam melarang pemeluknya dari perbuatan syirik. Syirik berasal dari bahasa Arab شرك (syaraka) yang berarti sekutu. Dalam pengertian umum adalah menjadikan bagi Allah SWT tandingan-tandingan lain selain-Nya, sedangkan menurut jenisnya dibedakan menjadi 2, yaitu syirik besar dan syirik kecil. Pertama, syirik besar. Syirik besar adalah menjadikan sekutu selain Allah SWT yang ia sembah dan taati sama seperti ia menyembah dan mentaati Allah SWT. Sebagaimana dalam firman Allah QS.Luqman ayat 13 :

. وَإِذْ قَالَ لُقْمَانُ لِابْنِهِ وَهُوَ يَعِظُهُ يَا بُنَيَّ لَا تُشْرِكْ بِاللَّهِ إِنَّ الشِّرْكَ لَظُلْمٌ عَظِيمٌ

Dan (ingatlah) ketika Luqman berkata kepada anaknya, di waktu ia memberi pelajaran kepadanya: "Hai anakku, janganlah kamu mempersekutukan Allah, sesungguhnya mempersekutukan (Allah) adalah benar-benar kezaliman yang besar".

Kedua, syirik kecil. Syirik kecil adalah menyamakan sesuatu selain Allah SWT dengan Allah SWT dalam bentuk perkataan dan perbuatan. Syirik dalam perkataan diantaranya dengan bersumpah kepada selain Allah SWT dan mengucapkan penghambaan kepada selain Allah SWT, sedangkan syirik dalam perbuatan itu seperti riya’ (senang memperlihat-lihatkan amal kebaikan) dan sum’ah (senang memperdengar-dengarkan amal yang telah dilakukan) dan mengharapkan dunia dalam berbagai amalnya.

Di samping iman dan takwa, pertanyaan saudara juga berkaitan dengan ilmu pengetahuan. Islam selalu mendorong pemeluknya untuk memperkaya ilmu pengetahuan di berbagai bidang demi kesejahteraan hidupnya, sebagaimana ayat-ayat berikut ini :

اقْرَأْ بِاسْمِ رَبِّكَ الَّذِي خَلَقَ

“Bacalah ! dengan nama tuhanmu yang menciptakan”.(QS. Al-‘Alaq :1)

...يَرْفَعِ اللَّهُ الَّذِينَ آَمَنُوا مِنْكُمْ وَالَّذِينَ أُوتُوا الْعِلْمَ دَرَجَاتٍ وَاللَّهُ بِمَا تَعْمَلُونَ خَبِيرٌ

Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat. Dan Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan. (QS. Al-Mujadilah: 11)

Menurut dua ayat di atas, kedudukan ilmu pengetahuan sangat penting dalam Islam. Seorang muslim dituntut untuk ‘membaca’ alam semesta untuk mendapatkan pengetahuan. Allah juga memberikan derajat yang lebih tinggi kepada orang yang berpengetahuan. Pengetahuan yang dimaksud tidaklah hanya berkutat pada agama, meskipun lebih utama, akan tetapi keumuman ayat di atas mencakup seluruh pengetahuan yang dapat dipelajari oleh manusia, termasuk pengetahuan tentang sejarah.

Terkait dengan ilmu sejarah, Allah SWT juga telah memerintahkan umat manusia untuk mempelajari sejarah umat terdahulu dalam rangka mengambil hikmah dan pelajaran dari kisah-kisah terdahulu, sebagaimana firmanNya :

هَلْ أَتَاكَ حَدِيثُ مُوسَى (15) إِذْ نَادَاهُ رَبُّهُ بِالْوَادِ الْمُقَدَّسِ طُوًى (16) اذْهَبْ إِلَى فِرْعَوْنَ إِنَّهُ طَغَى (17) فَقُلْ هَلْ لَكَ إِلَى أَنْ تَزَكَّى (18) وَأَهْدِيَكَ إِلَى رَبِّكَ فَتَخْشَى (19) فَأَرَاهُ الْآيَةَ الْكُبْرَى (20) فَكَذَّبَ وَعَصَى (21) ثُمَّ أَدْبَرَ يَسْعَى (22) فَحَشَرَ فَنَادَى (23) فَقَالَ أَنَا رَبُّكُمُ الْأَعْلَى (24) فَأَخَذَهُ اللَّهُ نَكَالَ الْآخِرَةِ وَالْأُولَى (25) إِنَّ فِي ذَلِكَ لَعِبْرَةً لِمَنْ يَخْشَى (26)

Sudahkah sampai kepadamu (Muhammad) kisah Musa? Ketika Tuhan memanggilnya (Musa) di lembah suci yaitu lembah Thuwa. Pergilah engkau kepada Fir’aun! Sesungguhnya dia telah melampaui batas, maka katakanlah (kepada Fir’aun): “Adakah keinginanmu untuk membersihkan diri (dari kesesatan) dan engkau aku pimpin untuk ke jalan Tuhanmu agar engkau takut kepadaNya?” Lalu Musa memperlihatkan kepadanya mu’jizat yang besar. Tetap dia (Fir’aun) mendustakan dan mendurhakai. Kemudian dia berpaling seraya berusaha menentang (Musa). Kemudian dia mengumpulkan (pembesar-pembesarnya) lalu berseru (memanggil kaumnya) seraya berkata: “Akulah tuhanmu yang paling tinggi.” Maka Allah menghukumnya di akhirat dan siksaan di dunia. Sungguh pada yang demikian itu terdapat pelajaran bagi orang yang takut (kepada Allah). (QS. An-Nazi’at: 15-26)

وَلَوْ شِئْنَا لَرَفَعْنَاهُ بِهَا وَلَكِنَّهُ أَخْلَدَ إِلَى الْأَرْضِ وَاتَّبَعَ هَوَاهُ فَمَثَلُهُ كَمَثَلِ الْكَلْبِ إِنْ تَحْمِلْ عَلَيْهِ يَلْهَثْ أَوْ تَتْرُكْهُ يَلْهَثْ ذَلِكَ مَثَلُ الْقَوْمِ الَّذِينَ كَذَّبُوا بِآَيَاتِنَا فَاقْصُصِ الْقَصَصَ لَعَلَّهُمْ يَتَفَكَّرُونَ

Artinya: Dan kalau Kami menghendaki, sesungguhnya Kami tinggikan (derajat)nya dengan ayat-ayat itu, tetapi dia cenderung kepada dunia dan menurutkan hawa nafsunya yang rendah, maka perumpamaannya seperti anjing jika kamu menghalaunya diulurkannya lidahnya dan jika kamu membiarkannya dia mengulurkan lidahnya (juga). Demikian itulah perumpamaan orang-orang yang mendustakan ayat-ayat Kami. Maka ceritakanlah (kepada mereka) kisah-kisah itu agar mereka berfikir. (QS. Al-A’raf: 176)

وَكُلًّا نَقُصُّ عَلَيْكَ مِنْ أَنْبَاءِ الرُّسُلِ مَا نُثَبِّتُ بِهِ فُؤَادَكَ وَجَاءَكَ فِي هَذِهِ الْحَقُّ وَمَوْعِظَةٌ وَذِكْرَى لِلْمُؤْمِنِينَ

Artinya: Dan semua kisah dari rasul-rasul Kami ceritakan kepadamu, ialah kisah-kisah yang dengannya Kami teguhkan hatimu, dan dalam surat ini telah datang kepadamu kebenaran serta pengajaran dan peringatan bagi orang-orang yang beriman. (QS. Hud: 120)

Islam tidak melarang pemeluknya untuk menuntut ilmu apapun, termasuk penelitian sejarah selama tidak membahayakan aqidah. Dalam penelitian sejarah, hal yang penting dilakukan adalah survei (peninjauan) lapangan, sehingga diharuskan untuk mengambil informasi dari sumber langsung sebagai referensi utama penelitian. Penelusuran data asli melalui kunjungan ke tempat-tempat bersejarah seperti candi, gereja tua, museum, dan tempat-tempat lain yang bersejarah pun tidak dapat terpisahkan dari rangkaian penelitian yang harus dilakukan.

Mengunjungi tempat ibadah agama lain diperbolehkan selama tidak mengotori aqidah umat Islam, sehingga tidak dibenarkan mengikuti ritual-ritual tertentu yang bertentangan dengan aqidah Islam. Dengan demikian, mengunjungi tempat apapun dalam rangka mencari pengetahuan itu diperbolehkan selama mempunyai niat yang benar, karena suatu amalan itu kembali kepada niatnya, sebagaimana yang terdapat dalam hadits Nabi saw:

عَنْ مُحَمَّدِ بْنِ إِبْرَاهِيمَ أخبره أَنَّهُ سَمِعَ علقمة بْن وقاص يَقُوْلُ: أَنَّهُ سَمِعَ عُمَرُ بْنُ الْخَطَّابِ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ يَقُوْلُ: سَمِعْتُ رَسُوْل اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُوْلُ: إِنَّمَا الْأَعْمَالُ بِالنِّيَّةِ وَإِنَّمَا لِامْرِئٍ مَا نَوَى...

Artinya: Dari Muhammad bin Ibrahim telah mengabarkan kepadanya bahwa dia mendengar Alqamah bin Abi Waqash berkata: bahwa dia mendengar Umar bin Khaththab ra berkata: Aku telah mendengar rasulullah SAW bersabda: “Sungguh hanyalah amalan-amalan itu (tergantung) dengan niat dan sungguh bagi suatu perkara itu sesuai dengan apa yang ia niatkan” (HR. Muslim dari Numair, Bukhari dan Muslim dari Yahya bin Ali Al-Anshari)

Berdasarkan pada pemaparan di atas, dapat disimpulkan bahwa mengunjungi tempat-tempat bersejarah agama lain untuk tujuan penelitian arsitektur, kebudayaan dan lain sebagainya diperbolehkan, selama tidak mengandung kesyirikan dan mengganggu aqidah. wallahu a'lam (PUTM Putri: Iva, Fafa, Rizqi)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

LinkWithin

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...